Kerajaan Hindu-Budha

Monday, July 5, 2010
2.1 Kerajaan Hindu-Buddha Di Indonesia
Pengaruh Hindu-Budha masuk ke Indonesia bersamaan dengan hubungan dagang antara India dan Indonesia pada awal abad I. Hubungan tersebut kemudian berkembang menjadi sarana penyebaran agama Hindu-Buddha dalam kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sedangkan berdasarkan penemuan peninggalannya, terdapat kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Sebenarnya ada banyak sekali bercorak Hindu-Buddha, diantaranya adalah :
Sumatera
1.Kerajaan Sriwijaya
2.Kerajaan Keritang
3.Kerajaan Melayu Jambi/Kerajaan Dharmasraya/Kerajaan Melayu Lama - Jambi
4.Kerajaan Sekala Brak



1.



Jawa
1.Kerajaan Salakanagara
2.Kerajaan Tarumanagara
3.Kerajaan Sunda Galuh
4.Kerajaan Isyana
5.Kerajaan Kalingga
6.Kerajaan Mataram Kuno (Hindu)
7.Kerajaan Medang
8.Kerajaan Kahuripan
9.Kerajaan Kediri
10.Kerajaan Kanjuruhan
11.Kerajaan Janggala
12.Kerajaan Jawa Dwipa
13.Kerajaan Singhasari
14.Kerajaan Majapahit
15.Kerajaan Pajajaran
16.Kerajaan Blambangan
17.Kerajaan Sailendra
18.Kerajaan Sanjaya

Borneo
1.Kerajaan Kutai
2.Kerajaan Po Ni
3.Kerajaan Banjar
4.Kerajaan Negara Daha
5.Kerajaan Negara Dipa
6.Kerajaan Tanjung Puri
7.Kerajaan Nan Sarunai
8.Kerajaan Kuripan


Dan di bawah ini akan dijelaskan mengenai beberapa Kerajaan-kerajaan yang ada di atas :
1.Kerajaan kutai
1.Kerajaan Kutai terletak di daerah Kutai, Kalimantan Timur. Informasi mengenai Kerajaan ini diperoleh dari dari tujuh buah batu bertulis disebut Yupa berbentuk menhir atau tiang batu. Batu bertulis ini memakai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.
Dari segi bahasa, huruf, dan isi tulisannya, pengaruh India sangat dominan. Namun tradisi setempat seperti ditulisnya berita tersebut dalam menhir atau tiang batu menunjukkan adanya penggunaan budaya setempat atau budaya Indonesia asali.
2.Bukti sejarah
Walaupun kutai tidak terletak di jalur perdagangan internasional, tetapi hubungan dagang dengan India telah berkembang sejak awal. Dari hal tersebut kemudian penyebaran pengaruh Hindu-Buddha. Salah satu bukti adanya pengaruh Hindu-Buddha di kutai adalah prasasti Yupa yang menerangkan kerajaan Kutai. Yupa didentifikasi merupakan peninggalan Hindu-Buddha karena bahasa yang digunakan adalah bahasa sansekerta. Bahasa sansekerta dalah bahasa Hindu asli. Tulisan atau bentuk hurufnya dinamkan huruf pallawa, yakni tulisan yang dipakai di tanah Hindu Selatan kira-kira pada tahun 400 Masehi. Dengan melihat bentuk huruf pada prasasti yupa yang ditemukan, para ahli berpendapat bahwa Yupa tersebut dibuat sekitar abad ke-5. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu pertama di Indonesia.

Kerajaann kutai terletak di daerah Muarakaman di tepi Sungai Mahakam, kalimantan timur, yaitu di sekitar pertemuan sungai mahakam dengan anak sungainya. Sungai Mahakam yang dapat dilayari dari pantai sampai masuk ke Muarakaman memudahkan kegiatan perdagangan yang memperlancar kemajuan kerajaan Kutai.

Bukti selanjutnya berdasarkan Prasasti yang dikeluarkan Raja Mulawarman yang menyebutkan tiga penguasa di daerah tersebut. Mulawarman adalah cucu Kudungga yang menurut para ahli merupakan nama Indonesia asli. Hal itu terjadi karena nama Kudungga mirip dengan nama bugis Kdungga. Yang menarik dari prasasti ini adalah, berita yang menyebutkan bahwa pendiri kerajaan (vamsakarta) adalah Aswawarman, bukan kudungga yang dianggap Raja pertama. Kudungga kemungkinan merupakan kepala suku yang setelah ia bersentuhan dengan kebudayaan Hindu-Buddha mengubah struktur pemerintahan menjadi kerajaan dan menurunkan kekuasaannya pada keturunannya. Kata warman pada nama seseorang tampaknya menjadi salah satu ciri bahwa seseorang tersebut adalah penganut Hindu secara penuhdari kriteria nama yang disandang Asawawarman tersebut, dapat disimpulkan bahwa Aswawarman adalah pendiri Kerajaan Kutai.
3.Raja-raja yang memerintah kerajaan kutai
Penguasa kutai yang pertama adalah Kudungga, kemudian digantikan oleh Aswawarman digantikan oleh putranya yang bernama Mulawarman. Raja melawarman dikatakan sebagai raja yang terbesar di Kutai dan memeluk agama Hindu-Siwa yang setia. Juga diterangkan sebagai raja yang sangat dekat dengan kaum Brahmana dan rakyat. Hal tersebut dibuktikan dengan pemberian hadiah kurban emas dan 20.000 ekor lembu untuk para Brahmana sebagai rasa terima kasih. Sementara sebagai peringatan mengenai acara kurban tersebut, para Brahmana mendirikan sebuah Yupa.

Kutai yang terletak di tepi sungai, mendorong mesyarakatnya mengembangkan pertanian. Selain pertanian, mereka banyak melakukan kegiatan perdagangan. Bahkan sudah diperkirakan sudah terjadi hubungan dagang dengan wilayah dari luar. Jalur perdagangan internasional waktu itu dari India melewati Selat Makasar, terus ke Filipina dan di Cina. Dalam pelayarannya dimungkinkan para pedagang singgah dahulu di Kutai untuk menjual dan membeli barang dagangan sekaligus menyiapkan perbekalan pelayaran. Dengan demikian Kutai semakin ramai dan rakyat hidup makmur.

2.Kerajaan Tarumanagara
Keberadaan kerajaan ini dibuktikan oleh penemuan banyak prasasti di wilayah Jakarta dan Bogor. Karena sebagian prasasti ini dekat dengan Cibuaya dan Batu Jaya, situs utama kebudayaan buni diperkirakan bahwa Tarumanagara pasti berkembang dari pemukiman-pemukiman Buni.
Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Sanskrit dan menyebutkan sebuah kerajaan lokal yang bernama Taruma yang diperintah oleh Raja Purnawarman. Teks-teks tersebut tidak diberi tanggal, namun berdasarkan tulisan serupa yang digunakan di Andra Pradesh (India), pemahatan mereka pasti telah terjadi pada paruh pertama abad ke-5 M. Penyebaran geografis dari prasasti-prasasti tersebut menunjukkan bahwa Purnawarman mengendalikan wilayah-wilayah antara sungai Citarum (Jawa Barat) dan Selat Sunda. Ibukota Purnawarman terletak diantara desa Tugu dan Bekasi di wilayah yang sekarang menjadi daerah Jakarta.
Prasasti-prasasti tersebut menjelaskan pekerjaan yang dilakukan oleh sang Raja, yaitu pembangunan saluran-saluran Irigasi. Dua prasasti diantaranya juga terdapat cetak tapak kakinya, sebuah ciri yang juga terlihat dalam prasasti-prasasti Raja Funan Gunavarman dan merupakan ciri umum dari para penganut ajaran Siwa. Hal ini menyiratkan bahwa kerajaannya telah menjadi bagian dari jaringan perdagangan kaum Wisnu, situs-situs kaum wisnu yang lain telah diketemukan di Selat Malaka dan Laut cina Selatan.
Sisa-sisa kebudayaan Buni juga telah diketemukan di sepanjang pesisir utara Jawa dan Bali, oleh karena itu menyiratkan keberadaan jaringan perdagangan di Laut Jawa sebelum munculnya kerajaan-kerajaan Hindu. Sementara Tarumanagara pasti telah menghasilkan beberapa komoditas lokal untuk ekspor, ia pasti juga telah berfungsi sebagai titik penghubung antara jaringan perdagangan Laut Jawa kuno ini dan jaringan perdagangan lain yang menjadi pensuplai pasar India dan Cina.
Tarumanagara mengirimkan duta pertamanya ke Cina pada 528 M, 666 M dan yang terakhir 669 M. Sampai pada akhir abad 7 kerajaan ini menghilang, kelihatannya telah dihancurkan oleh armada Sriwijaya yang sedang mencoba menguasai kedua sisi Selat Sunda.
Mengikuti kehancuran atau keruntuhan Tarumanagara dibawah serangan-serangan Sriwijaya ini kerajaan-kerajaan bandar kecil bermunculan di wilayah Sunda, namun terpisah dari nama-nama mereka (Galuh, Kanoman, Kuningan) tak ada jejak yang tersisa dari mereka. Supremasi Sriwijaya mungkin memastikan kekerdilan perembangan mereka.

3.kerajaan sunda
setelah kerajaan Tarumanegara berakhir, untuk beberapa abad lamanya sejarah tentang kerajaan Hindu-Buddha di Jawa Barat tidak diketahui. Baru sekitar abad ke-7 dan ke-8 M diketahui ada Kerajaan Sunda atau lebih dikenal dengan Galuh Pajajaran. Bukti mengenai keberadaan Kerajaan tersebut terdapat dalam kitab Carita Parahyangan. Disebutkan pula bahwa Sanjaya adalah menantu yang bergelar Tohaan di Sunda, yang artinya yang Dipertuankan di Sunda.
Di Kerajaan Galuh yang telah terjadi perebutan kekuaan oleh Rahyang Purbasora (saudara seibu Raja Sanna). Dan setelah lama mengasingkan diri, Sanjaya kembali merebut takhta kerajaan dan megangkat dirinya sebagai Galuh.
Sumber sejarah Kerajaan Sunda juga diperoleh dari Prasasti Sanghyang Tapak yang berangka tahun 952 Saka (1050 M). Prasasti tersebut ditemukan di Desa Pangcalikan Bantarmuncang di tepi sungai Citatih (Cibadak, Sukabumi). Tulisan dalam Prasasti tersebut menggunakan huruf Kawi dalam bahasa Jawa Kuno Isinya menyebutkan tentang Raja yang berkuasa di Kerajaan Sunda ialah Maharaja Sri Jayabhupati yang menyebut dirinya sebagai Haji ri Sunda, artinya raja di Sunda.(ibid hlm 12) Diperkirakan pusat Kerajaan Sunda dipindahkan dari Galuh ke Pakuan Pajajaran di Jawa Tengah. Kemudian, setelah Jayabhupati meninggal, kerajaan dipindahkan ke Kawali (Ciamis). Menurut Tome Pires (seorang portugis) yang pernah datang ke indonesia (1513 M) bahwa ibu kota Kerajaan Sunda adalah Dayo.
Peninggalan Kerajaan Sunda pajajaran yang paling menonjol adalah kesustraan, yaitu kitab Carita Parahyangan, kitab Sundayana, dan kitab Sang Hyang Siksakanda’ng Karesian, serta bidang kesenian, yaitu Gamelan, wayang, tari, dan seni kerajinan tangan.
Dari prasasti diketahui juga bahwa Raja Jayabhupati memeluk agama Hindu. Jelaslah bahwa sekitar abad ke-7 samapai abad ke-11 M di Jawa Barat telah berkembang Kerajaan bercorak Hindu-Buddha. Pengganti Raja Jayabhupati ialah Rahyang Ningrat Kencana. Masa pemerintahan Raja tersebut tidak banyak diketahui, tetapi setelah meninggal ia dimakamkan di Gunung Tiga. Pengganti Raja Rahyang Ningrat Kencana adalah Sri Baduga Maharaja. Sri Baduga menyebut dirinya sebagai Ratu Haji Pakwon Pajajaran Sri Sang Dewata, atau Prabu Guru Dewataprana. Ia menjadi terkenal karena Perang Bubat yang terjadi pada 1357 M antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Majapahit. Dalam perang Bubat tersebut, Sri Baduga beserta putri da para pengiringnya gugur.
Menurut kitab Carita Parahyangan, yang menjadi raja Sunda setelah Perang Bubat ialah Hyang Bunisora (1357-1371 M). Ia kemudian digantikan oleh Prabu Niskala Wastu Kencana (1372-1475 M) yang naik takhta dalam usia 23 tahun. Berkat bimbingan pamannya, Wastu Kencana tumbuh menjadi Raja yang cakap. Dalam Prasasti Kawali, ia menyatakan bahwa negara akan jaya dan unggul dalam perang jika rakyat berada dalam kesejahteraan dan raja selalu berbuat kebajikan. Raja Sunda berikutnya berturut-turut ialah Tohaan (1475-1482 M), Sang Ratu Jayadewata (1482-1521 M), Prabu Surawisesa (1521-1535 M), Prabu Ratu Dewata (1535-1543 M). Pada masa pemerintahan Prabu Ratu Dewata terjadi serangan dari kesultanan Islam Banten yang dipimpin oleh Maulana Hasanudin. Pada 1527 M, Pelabuhan Sunda Kelapa direbut oleh pasukan Kesultanan Islam Bnten. Sejak 1543-1551 M yang menjadi raja Sunda ialah Sangan Ratu Saksi yang dikenal sebagai raja yang kejam dan suka hidup berfoya-foya sehingga digantikan oleh Tohaan di Majaya (1551-1567 M) yang juga gemar berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Pada masa Pemerintahan Raja Nusia Mulya (raja terakhir Sunda), kerajaan sudah dalam keadaan lemah. Kerajaan Sunda akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Islam Banten. Sejak itu, Kerajaan Sunda yang bercorak Hindu-Buddha berakhir.

4.Kerajaan Sriwijaya
1. Kehidupan Politik
Sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan untuk mengetahui kerajaan Sriwijaya, antara lain sebagai berikut.
1.1.Berita-berita dari Cina, India, Malaka, Ceylon, Arab, dan Parsi.
1.2.Prasasti-prasasti (enam di Sumatra Selatan dan satu di Pulau Bangka).
a) Prasasti Kedukan Bukit (605 S/683 M) di Palembang. Isinya Dapunta Hyang mengadakan perjalanan selama delapan hari dengan membawa 20.000 pasukan dan berhasil menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur.
b) Prasasti Talang Tuo (606 S/684 M di sebelah barat Palembang.
Isinya tentang pembuatan Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.
c) Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
d) Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi. Parasasti Kota Kapur dan Prasasti Karang Birahi berisi permohonan kepada dewa untuk keselamatan rakyat dan Kerajaan Sriwijaya.
e) Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun) di Palembang. Isinya berupa kutukan terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.
f) Prasasti Palas Pasemah di Pasemah, Lampung Selatan. Isinya wilayah Lampung Selatan telah diduduki Sriwijaya.
g) Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra. Isinya Sriwijaya diperintah oleh Darmaseta.
Menurut sumber berita Cina yang ditulis oleh I-Tsing dinyatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 M. Berdasarkan Prasasti Ligor, pusat pemerintahan Sriwijaya di Muara Takus, yang kemudian dipindahkan ke Palembang. Kerajaan Sriwijaya kemudian muncul sebagai kerajaan besar di Asia Tenggara.
Perluasan wilayah dilakukan dengan menguasai Tulang Bawang (Lampung), Kedah, Pulau Bangka, Jambi, Tanah Genting Kra dan Jawa (Kaling dan Mataram Kuno). Dengan demikian, Kerajaan Sriwijaya bukan lagi merupakan kerajaan senusa (kerajaan yang berkuasa atas satu pulau saja ) melainkan merupakan negara antarnusa (negara yang berkuasa atas beberapa pulau) sehingga Sriwijaya merupakan negara nasional pertama di Indonesia.
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada masa Balaputra Dewa. Raja ini mengadakan hubungan persahabatan dengan Raja Dewapala Dewa dari India. Dalam Prasasti Nalanda disebutkan bahwa Raja Dewapala Dewa menghadiahkan sebidang tanah untuk mendirikan sebuah biara untuk
para pendeta Sriwijaya yang belajar agama Buddha di India. Selain itu, dalam Prasasti Nalanda juga disebutkan bahwa adanya silsilah Raja Balaputra Dewa dan dengan tegas menunjukkan bahwa Raja Syailendra (Darrarindra) merupakan nenek moyangnya.
2.Kehidupan Sosial Ekonomi
Sriwijaya berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara sehingga menguasai perdagangan nasional dan internasional. Hal ini didukung letaknya yang strategis di jalur perdagangan India–Cina. Penguasaan Sriwijaya atas Selat Malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangannya sebagai kerajaan maritim sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan, dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan mendapatkan keuntungan yang besar dari aktivitas itu.
3. Kehidupan Keagaman
Dalam bidang agama, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Buddha yang berkembang di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu tokohnya yang terkenal ialah Dharmakirti.
Para peziarah agama Buddha sebelum ke India harus tinggal di Sriwijaya. Di antaranya ialah I' Tsing. Sebelum menuju ke India ia mempersiapkan diri dengan mempelajari bahasa Sanskerta selama enam bulan (1671). Begitu pula ketika pulang dari India, ia tinggal selama empat tahun (681–685) untuk menerjemahkan agama Buddha dari bahasa Sanskerta ke bahasa Cina. Di samping itu juga ada pendeta dari Tibet, yang bernama Atica yang datang dan tinggal di Sriwijaya selama 11 tahun (1011-1023) dalam rangka belajar agama Buddha dari seorang guru besar Dharmakirti.

5.Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno berdiri sekitar abad VIII dan diperkirakan berpusat di Jawa Tengah. Mengenai letak Kerajaan Mataram kuno, ada ahli yang berpendapat di Medang dan Poh Pitu sampai sekarang juga belum jelas. Hanya dijelaskan bahwa letak Mataram dikelilingi gunung, pegunungan, dan sungai-sungai. Menunjuk berbagai keterangan geografis di atas, sangat mungkin Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro merupakan pegunungan di sebelah utara kerajaan; di sebelah barat terdapat Pegunungan Serayu; di sebelah Timur terdapat Gunung Lawu; serta di sebelah selatan berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan Seribu. Sungai-sungai yang ada, misalnya sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan Solo. Sedangkan letak Poh Pitu mungkin di antara Kedu samapai sekitar Prambanan.
1.Sumber Sejarah Mataram Kuno
1.1.Prasasti Canggal (654 S/732 M)
Prasasti ini ditemukan di Gunung Wukir, Kecamatan Salam, Magelang yang berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Isi dari Prasasti Canggal terdiri dari 12 bait.
a)Bait 1 : Raja Sanjaya mendirikan lingga di atas bukit (6 Oktober 732),
b)Bait 2-4 : Pujian kepada Siwa,
c)Bait 5 : Pujian kepada Brahmana,
d)Bait 6 : Pujian kepada Wisnu,
e)Bait 7 : Pujian terhadap pulau Jawa yang subur,
f)Bait 8-9 : Mengenai pemerintahan Sanna,
g)Bait 10-12 : mengenai pengganti Sanna, yaitu Sanjaya,
1.2.Prasasti Kalasan (700 S/778 M)
Prasasti ini berhuruf Pranagari dan berhuruf Sansekerta. Menerangkan bahwa para guru sang raja, Sailendrawamsatilaka telah berhasil membujuk Maharaja Tejahpunapana Panangkarana (atau Rakai Panangkarana pengganti raja Sanjaya) untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta dalam kerajaan keluarga Saailendra.
1.3.Prasasti Klurak (704 S/782 M)
Ditemukan di daerah prambanan. Isinya tentang pembuatan arca Majusri yang terletak di sebelah utara Prambanan. Raja yang memerintah waktu itu adalah Indra.
1.4.Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung (829 S/ 907 M)
Prasasti ini berisi tentang istilah silsilah raja-raja keturunan Sanjya. Prasasti Balitung memuat daftar para raja Wangsa Sanjaya, seperti Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Watuhumalang, dan Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambhu.
2.Perkembangan Pemerintahan
2.1.Pemerintahan Sanjaya
Pemerintahan Sanjaya beragama Hindu yang memerintah di bagian utara Jawa Tengah. Sebelum Sanjaya menjadi raja Mataram Kuno, di Jawa Tengah sudah berkuasa seorang raja bernama Sanna. Menurut Prasasti Canggal, Raja Sanna adalah putra Sanaha, saudara perempuan dari Sanna.
Sanjaya memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 717-780 dan melakukan penaklukan terhadap raja-raja kecil bekas bawahan Sannayang melepaskan diri. Pada tahun 732, Raja Sanjaya mendirikan bangunan suci sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa Lingga dan berada di Gaunung Wukir (Bukit Stirangga). Bangunan suci itu merupakan lambang keberhasilan Sanjaya dalam menaklukkan raja-raja lain.
2.2.Pemerintahan Rakai Panangkaran
Pengganti Sanjaya adalah putranya yang bernama Rakai Panangkaran yang memberikan perhatian terhadap perkembangan agama Buddha. dalam Prasasti Kalasan (778), Raja Panangkaran telah memberikan hadiah tanah dan memerintahkan pembangunan sebuah candi untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama Buddha. Tanah dan bangunan tersebut di Kalasan.
Prasasti Kalasan juga menerangkan bahwa Raja Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Kata Syailendra menegaskan bahwa Panangkaran termasuk keturunan keluarga Syailendra. Begitu juga Raja Sanjaya dan Sanna. Jika demikian , dinasti Syailendra adalah Sanna dan Sanjaya beserta keturunannya. Hanya waktu itu Sanna dan Sanjaya memeluk agama Hindu, sedangkan Panangkaran agama Buddha. Raja Panangkaran kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke arah Timur.
2.3.perpecahan Dinasti Syailendra
Setelah kekuasaan Panangkaran berakhir, timbul persoalan karena adanya perpecahan antara anggota keluarga yang sudah memeluk agama Buddha dengan keluarga yang masih memeluk agama Hindu (Syiwa). Satu cabang pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat Istana yang menganut agama Hindu dan berkuasa di daerah Jawa Tengah bagian utara. Perpecahan dalam keluarga Syailendra akhirnya disatukan kembali melalui perkawinan antara Rakai Pikatan (Hindu) dengan Pramudyawardani putri dari Samaratungga (Buddha) pada tahun 832. dari perkawinan tersebut, dinasti Syailendra akhirnya bersatu kembali di bawah pemerintahan Rakai Pikatan.
Namun bersatunya kedua golongan wangsa Syailendra mendapat hambatan dari Balaputradewa yang merupakan anak dari Samaratungga dengan Dewi Tara. Balaputradewa menentang Pikatan sehingga terjadilah perang perebutan kekuasaan. Dalam perang tersebut Balaputradewa membuat benteng pertahanan di perbukitan sebelah selatan Prambanan. Benteng ini sekaranag kita kenal dengan Candi Boko. Keterangan tersebut dapat dilihat dari Prasasti Rtu Boko (856). Dalam pertempuran melawan Rakai Pikatan, akhirnya Balaputradewa terdesak dan melarikan diri ke Sumatra. Balaputradewa kemudian menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.
Selain mampu menyatukan kedua keluarga, perkawinan Rakai Pikata dan Pramudyawardani juga menciptakan toleransi beragama yang baik. Pramudyawardani meneruskan pendirian kompleks Candi Plaosan yang bercorak Buddha dan Rakai Pikatan menghidupkan kebudayaan Hindu serta memulai pembangunan Candi Prambanan.
Raja yang terbesar dari wangsa Syailendra adalah Balitung. Ia memerintah pada tahun 898-911 dengan gelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmadya Mahassabu. Hasil karyadalam masa pemerintahannya adalah dibangunnya Cndi Prambanan sebagai Candi yang anggun dan megah. Sesudah Raja Balitung mewmerintah, masih ada beberapa nama lagi seperti Daksa, Tulodong, dan Wawa. Raja wawa memerintah tahun 921-927 dan digantikan oeh Mpu Sindok. Mpu Sindok adalah menantu Wawa yang memindahkan kerajaan ke Jawa Timur. Di daerah tersebut, Mpu Sindok mendirikan Dinasti Isyana pada tahun 928.
2.4.Kekuasaan Keluarga Isyana
2.4.1.Mpu Sindok (929-947)
Mpu Sindok merupakan Raja pertama dari wangsa Isyana.17 Pusat pemerintahan wangsa Isyana terletak di Tamwlang yang diperkirakan dekat Jombang. Daerah kekuasaan Mpu Sindok banyak membangun candi sebagai bangunan suci, antara lain Candi Gunung Gngsir dan Sanggariti. Dalam kaitannya dengan usaha pengembangan agama dan sastra, ditulis buku suci agama Buddha Sang Hyang Kamahayanikan. Hal ini menunjukkan bahwa agama Buddha mengalami perkembangan, meskipun rajanya beragama Hindu. Mpu Sindok dikenal sebagai peletak dasar bagi kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa Timur.
2.4.2.Mangkutawangsawardana (947-991)
Mpu Sindok digantikan oleh aanak perempuannya Sri Isyanatunggawijaya yang menikah dengan Sri Lokapala. Dari perkawinan tersebut lahirlah putra yang bernama Makutawangsawardana yang menggantikan ibunya. Makutawangsawardana mempunyai seorang putri bernama Mahendradata yang sering disebut dengan Gunapriyadarmapadni. Putri itu kemudian menikah dengan seorang pangeran dari Bali bernama Udayana. Pasngan inilah yang kemudian menurunkan Airlangga.
2.4.3.Darmawangsa (991-1017)
Sebagai pengganti Makutawangsawardana. Ia bercita-cita menguasai pelayaran Nusantara, seperti Sriwijaya dan juga ingin memajukan rakyatnya. Untuk mewujudkan cita-citanya, ia melakukan perluasan daerah meliputi Bali, dan Kalimantan. Pada tahun 991-992, Darmawangsa melakukan serangan ke wilayah Sriwijaya. Penyerangan ini berhasil merebut Pulai Bangka dan beberapa daerah Pantai. Pada masa pemerintahannya pada tahun 991, dalam bidang hukum dan kebudayaan telah disusun kitab hukum yang disebut Mahabharata ke dalam bahasa Jawa Kuno. Hal ini dimaksudkan agar cerita India dapat lebih mudah dipahami oleh Masyarakatnya.
Pada tahun 1010 terjadi peristiwa pralaya. Peristiwa pralaya adalah peristiwa penyerbuan Istana Darmawangsa oleh raja Wura Wari yang mengakibatkan tewasnya Raja Darmawangsa. Raja Wura Wari diduga adalah raja bawahan Darmawangsa yang daerah kekuasannya terletak di sekitar Banyumas, di sebelah selayan Karang Kobar. Peristiwa ini terjadi tidak lama setelah upacara perkawinan Airlangga dengan putri Darmawangsa. Dalam peristiwa itu, Airlangga yang didampingi Narotama berhasil meloloskan diri.
2.4.4.Airlangga (1019-1049)
Selama kurang lebih dua tahun, Airlangga hidup di tengah Hutan bersama para pertapa.18 beberapa waktu kemudian datanglah utusan para Brahmana dan tokoh rakyat, meminta Airlangga agar menjadi Raja. Pada tahun 1019, Airlangga dinobatkan sebagai raja menggantikan Darmawangsa dan kerajaannya disebut Kahuripan.
Kebijakan pertama Airlangga adalah menyatukan kembali kerajaan warisan Darmawangsa yang trerpecah-pecah. Daerah-daerah yang dahulu berada berada di bawah kekuasaan Darmawangsa direbut kembali. Tahun 1033, raja Wura-Wari sebagai musuh bebuyutan Airlangga berhasil ditundukkan. Kemudian untuk kedua kalinya, pada tahun 1035.
Pada tahun 1042 Airlangga mengundurkan diri dari takhta dan menjadi seorang petapa dengan nama Jatinindra atau Resi Jatayu.19 Sebelumnya Airlangga ingin menobatkan putrinya, Sri Sanggramawijaya untuk menjadi raja, namun ditolak karena ingin menjadi petapa yang dikenal dengan nama Dewi Kili Suci. Akhirnya, kerajaan Airlangga dibagi menjadi dua, yakni Jenggala dengan ibu kota Kahuripan dan Panjalu yang dikenal dengan nama Kediri untuk kedua putranya dari istri selir. Jenggala diperintah oleh Garasakan, sedangkan Kediri oleh Samarawijaya.
6.Kerajaan Kediri
1.Kehidupan politik
Dalam persaingan antara Panjalu dan Kediri, ternyata Kediri yang unggul dan menjadi kerajaan yang besar kekuasaannya.20 Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalah Jayabaya (1135–1157). Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan berhasil. Panjalu dan Jenggala dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai simbol Garuda Mukha symbol Airlangga.
Pada masa pemerintahannya kesusastraan diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh menggubah karya sastra kitab Bharatayudha yang menggambarkan peperangan antara Pendawa dan Kurawa yang untuk menggambarkan peperangan antara Jenggala dan Kediri. Empu Panuluh juga menggubah kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya. Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli meramal kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa tanah Jawa. Ramalannya terkenal dengan istilah “Jangka Jayabaya".
Raja Kediri yang juga memperhatikan kesusastraan ialah Kameswara. Empu Tan Akung menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja menulis kitab Smaradahana. Di dalam kiitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai titisan Kamajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candra-kirana.
Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok sehingga berakhirlah Kerajaan Kediri dan muncul Kerajaan Singasari.
2.Kehidupan Sosial Ekonomi
Pada masa Kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat juga besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan karya-karya sastra saat itu, yang mencerminkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat saat itu. Di antaranya kitab Lubdaka yang berisi ajaran moral bahwa tinggi rendahnya martabat manusia tidak diukur berdasarkan asal dan kedudukan, melainkan berdasarkan kelakukannya.
3.Kehidupan Kebudayaan, Khususnya Sastra
Di bidang kebudayaan, khususnya sastra, masa Kahuripan dan Kediri berkembang pesat, antara lain sebagai berikut :
1) Pada masa Dharmawangsa berhasil disadur kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno yang disebut kitab Wirataparwa.21 Selain itu juga disusun kitab hukum yang bernama Siwasasana.
2) Di zaman Airlangga disusun kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
3) Masa Jayabaya berhasil digubah kitab Bharatayudha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Di samping itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
4) Masa Kameswara berhasil ditulis kitab Smaradhahana oleh Empu Dharmaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Empu Tan Akung.
7.Kerajaan Singosari
1. Kehidupan Politik
1.1. Ken Arok (1222–1227).
Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.
1.2.Anusapati (1227–1248).
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam.22
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa ( tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
1.3.Tohjoyo (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.
1.4.Ranggawuni (1248–1268)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari.
Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
1.5.Kertanegara (1268–-1292).
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri ihino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.
Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain.23 Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara. Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol.
Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai nuka utusannya yang bernama Mengki. Tidakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa.
Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati.
Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.
8.Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit terletak di sekitar Sungai Brantas dengan pusatnya di daerah Mojokerto.24 Majapahit merupakan puncak keyajaan kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dan merupakan kerajaan Hindu terbesar Indonesia. Majapahit disebut juga sebagai Negara Kesatuan Kedua. Kehidupan Politik
1. Raden Wijaya (1292–1309)
Kerajaan Majapahit lahir dalam suasana perubahan besar dalam waktu yang singkat. Pada tahun 1292 Kertanegara gugur oleh pengkhianatan Jayakatwang, Singasari hancur dan digantikan oleh Kediri. R. Wijaya terdesak oleh serangan tentara Jayakatwang di medan utara dan berhasil melarikan diri serta mendapat perlindungan dari Kepala Desa Kudadu. Selanjutnya, ia berhasil menyeberang ke Madura minta perlindungan dan bantuan kepada Bupati Sumenep, Aria Wiraraja. Atas saran dan jaminan Aria Wiraraja, R. Wijaya mengabdikan diri kepada Jayakatwang dan memperoleh tanah di Desa Tarik yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Majapahit.
Tentara Kubilai Khan sebanyak 200.000 orang dibawah pimpinan Shih Pie, Ike Mase, dan Kau Shing datang untuk menghukum Kertanegara. R. Wijaya bergabung dengan tentara Cina dan mengadakan serangan ke Kediri karena Cina tidak mengetahui terjadinya perubahan kekuasaan di JawaTimur. Setelah R. Wijaya dengan bantuan tentara Kubilai Khan berhasil mengalahkan Jayakatwang, ia menghantam tentara asing tersebut. Serangan mendadak yang tidak terkira sebelumnya, memaksa tentara Kubilai Khan meninggalkan Jawa Timur terburu-buru dengan sejumlah besar korban. Akhirnya, R. Wijaya dinobatkan menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana (1292–1307).
Untuk menjaga ketenteraman kerajaan maka R. Wijaya mengadakan konsolidasi dan mengatur pemerintahan. Orang-orang yang pernah berjasa dalam perjuangan diberi kedudukan dalam pemerintahan. Misalnya, Aria Wiraraja diberi tambahan wilayah di Lumajang sampai dengan Blambangan, Desa Kudadu dijadikan desa perdikan (bebas pajak dan mengatur daerahnya sendiri). Demikian juga teman seperjuangannya yang lain, diberi kedudukan, ada yang dijadikan menteri, kepala wilayah dan sebagainya.
Untuk memperkuat kedudukannya, kempat putri Kertanegara dijadikan istrinya, yakni Dewi Tribhuanaeswari, Dewi Narendraduhita, Dewi Prajnaparamita dan Dewi Gayatri.25 Tidak lama kemudian tentara Singasari yang ikut Ekspedisi Pamalayu di bawah pimpinan Kebo Anabrang kembali membawa dua putri boyongan, yakni Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak diambil istri oleh R. Wijaya, sedangan Dara Jingga kawin dengan keluarga raja yang mempunyai anak bernama Adiytawarman. Dialah yang kelak menjadi raja di Kerajaan Malayu. Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan oleh R. Wijaya dalam upaya mengatur dan memperkuat kekuasaan pada masa awal Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1309 R. Wijaya meninggal dunia dan didharmakan di Candi Simping (Sumberjati, Blitar) dalam perwujudan Harihara (Siwa dan Wisnu dalam satu arca).
2. Jayanegera (1309–1328).
R. Wijaya kemudian digantikan oleh putranya Kalagemet dengan gelar Jayanegara (1309–1328), putra R. Wijaya dengan Dara Petak. Pada masa ini timbul kekacauan di Majapahit karena pemerintahan Jayanegara yang kurang berbobot dan adanya rasa tidak puas dari pejuang-pejuang Majapahit semasa pemerintahan R. Wijaya. Kekacauan di Majapahit itu berupa pemberontakan yang dapat membahayakan negara, seperti berikut :
a) Pemberontakan Rangga Lawe (1309) yang berkedudukan di Tuban tidak puas karena ia mengharapkan dapat menjadi patih di Majapahit, sedangkan yang diangkat adalah Nambi.
b) Pemberontakan Lembu Sora (1311) karena hasutan Mahapati yang merupakan musuh dalam selimut Jayanegara.
c) Pemberontakan Nambi (1316) karena ambisi ayahnya Aria Wiraraja agar Nambi menjadi raja. Semua pemberontakan tersebut dapat dipadamkan.
d) Pemberontakan Kuti (1319) merupakan pemberontakan yang paling membahayakan karena Kuti dapat menduduki istana kerajaan dan Jayanegara terpaksa menyingkir ke Bedander. Namun, pasukan Bayangkari kerajaan di bawah pimpinan Gajah Mada berhasil merebut kembali istana. Jayanegara dapat kembali ke istana lagi dan berkuasa hingga tahun 1328. Sebagai penghargaan atas jasa- jasanya, Gajah Mada kemudian diangkat menjadi patih di Kahuripan dan kemudian di Daha.
3. Tribhuanatunggadewi (1328–1350)
Pada tahun 1328 Jayanegara wafat. 26Ia tidak mempunyai putra sehingga takhta kerajaan diserahkan kepada Gayatri. Oleh karena Gayatri telah menjadi bhiksuni maka yang tampil adalah putrinya, Bhre Kahuripan yang bertindak sebagai wali ibunya. Bhre Kahuripan bergelar Tribhuanatunggadewi. Pemerintahan Tribhuanatunggadewi masih dirongrong pemberontakan, yakni pemberontakan Sadeng dan Keta. Namun, pemberontakan tersebut berhasil dihancurkan oleh Gajah Mada. Sebagai tanda penghargaan, pada tahun 1333 Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Majapahit menggantikan Arya Tadah yang sudah tua. Pada waktu penobatannya, Gajah Mada mengucapkan "Sumpah Palapa" (Tan Amukti Palapa). Isinya, Gajah Mada bersumpah tidak akan makan enak (palapa) sebelum seluruh Nusantara berada di bawah kekuasaan Majapahit. Dalam usaha menyatukan seluruh Nusantara, Gajah Mada dibantu oleh Empuu Nala dan Adiytawarman. Mula-mula mereka menaklukkan Bali (1334). Selanjutnya, satu per satu kerajaan-kerajaan di Nusantara berhasil dipersatukan.
4. Hayam Wuruk (1350–1389)
Pada tahun 1350 Gayatri wafat sehingga Tribhuanatunggadewi turun takhta dan digantikan oleh putranya, yakni Hayam Wuruk dengan gelar Rajasanegara. Pada masa pemerintahannya bersama Patih Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya. Pemerintahan terlaksana secara teratur, baik di tingkat pusat (ibu kota), tingkat menengah (vasal), dan tingkat desa. Sistem pemerintahan daerah (tingkat menengah dan desa) tidak berubah, sedangkan di tingkat
pusat diatur sebagai berikut:
a)Dewan Saptap Prabu, merupakan penasihat raja yang terdiri atas kerabat keraton dengan jabatan rakryan i hino, rakryan i halu, dan rakryan i sirikan.
b)Dewan Pancaring Wilwatikta, merupakan lembaga pelaksana pemerintahan (lembaga eksekutif) semacam dewan menteri yang terdiri atas rakryan mahapatih, rakryan tumenggung, rakryan demung, rakryan rangga, dan rakryan kanuruhan.
c) Dewan Nayapati (lembaga yudikatif) yang mengurusi peradilan.
d) Dharmadyaksa, lembaga yang mengurusi keagamaan terdiri atas Dharmadyaksa ring Kasaiwan untuk agama Hindu dan Dharmadyaksa ring Kasogatan untuk agama Buddha. Dengan demikian, pada masa Majapahit penganut agama Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan, rukun dan damai. Bhineka tunggal ika tan hana dharmamangrawa inilah semboyan rakyat Majapahit dalam menciptakan persatuan dan kesatuan sehingga muncul sebagai kerajaan besar di Nusantara.

Di tingkat tengah terdapat pemerintah daerah yang dikepalai oleh seorang raja kecil atau bupati.27 Mereka dapat mengatur daerahnya secara otonom, tetapi setiap tahun berkewajiban datang ke ibu kota sebagai tanda tetap setia dan tunduk kepada pemerintah pusat Majapahit. Daerah-daerah demikian disebut mancanegara yang berarti negara (daerah) di luar daerah inti kerajaan. Jadi, untuk mengikat hubungan maka setiap tahun daerah taklukan harus mengirim upeti ke Majapahit. Di samping itu juga ada petugas Majapahit yang berkeliling ke daerah-daerah untuk melihat kedaan rakyatnya. Untuk memantau ketertiban dan keamanan dikirimlah duta nitiyasa (petugas sandi) ke seluruh Nusantara
Di tingkat bawah, terdapat pemerintahan desa yang dikepalai oleh seorang kepala desa. Pemerintahan dilakukan menurut hukum adat desa itu sendiri. Struktur pemerintahan desa masih asli dan kepala desa dipilih secara demokratis.
Dengan kondisi pemerintahan yang stabil dan keamanan yang mantap, Sumpah Palapa Gajah Mada dapat diwujudkan. Satu per satu wilayah Nusantara dapat menyatu dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Dalam kitab Negarakrtagama secara jelas disebutkan daerah-daearah yang masuk wilayah kekuasaan Majapahit ialah Jawa, Sumatra, Tanjungpura (Kalimantan), Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua, Semenanjung Malaka, dan daerah-daerah pulau di sekitarnya.
Majapahit juga menjalin hubungan baik dengan negara-negara yang jauh, seperi Siam, Champa dan Cina. Negara-negara tersebut dianggap sebagai mitreka satata (negara sahabat yang berkedudukan sama).
Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389 dan digantikan oleh putrinya Dyah Kusumawardhani yang didampingi oleh suaminya Wikramawardhana (1389–1429). Hayam Wuruk dengan isteri selir mempunyai anak Bhre Wirabhumi yang telah diberi kekuasaan sebagai penguasa daerah (bupati)
di Blambangan. Akan tetapi, Bhre Wirabumi menuntut takhta Majapahit sehingga menimbulkan perang saudara (Perang Peregreg) tahun1401–1406. Pada akhirnya Bhre Wirabhumi kalah dan perang saudara tersebut mengakibatkan lemahnya kekuasaan Majapahit.
Setelah Wikramawardhana meninggal (1429) takhtanya digantikan oleh Suhita yang memerintah hingga 1447.28 Sampai dengan akhir abad ke-15 masih ada raja-raja yang memerintah sebagai keturunan Majapahit , namun telah suram karena tidak ada persatuan dan kesatuan sehingga daerah-daerah jajahan satu demi satu melepaskan diri. Para bupati di pantai utara Jawa, seperi Demak, Gresik, dan Tuban telah menganut agama Islam sehingga satu per satu memisahkan diri dari Majapahit. Demikian juga daerah di luar Jawa mulai berani tidak mengirim upeti ke Majapahit sampai dengan Majapahit mengalami kemunduran dan akhirnya rutuh. Dengan demikian, faktor yang menyebabkan kemunduran Majapahit kalu disimpulkan, antara lain sebagai berikut :
a) Tidak ada lagi tokoh-tokoh yang kuat di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah sepeninggal Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
b) Terjadinya perang saudara (Paregreg).
c) Banyak daerah-daerah jajahan yang melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
d) Masuk dan berkembangnya agama Islam.
Setelah mengalami kemunduran, akhirnya Majapahit runtuh. Dalam hal ini ada dua pendapat:
1)Tahun 1478, yakni adanya serangan Girindrawardana dari Kediri Peristiwa tersebut diberi candrasengkala "hilang sirnakertaning bhumi” yang berarti tahun 1400 Saka/1478 M.
2)Tahun 1526, yakni adanya serangan tentara dari Demak di bawah pimpinan Raden Patah. Serangan Demak ini menandai berakhirnya kekuasaan Hindu di Jawa.
2.2 Sebab-sebab Keruntuhan Kerajaan Hindu-Buddha Di Indonesia
1. Kerajaan Kutai
- Penyebab kemunduran :
Belum ditemukan sumber sejarah yang menceritakan runtuhnya kerajaan Kutai
2. Kerajaan Tarumanegara
-Penyebab keruntuhan :
Serangan dari Kerajaan Sriwijaya yang menyebabkan keruntuhnya.29
3. Kerajaan Sriwijaya
- Penyebab kemunduran :
1)Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M. Ketika itu yang berkuasa di Sriwijaya adalah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil, tetapi telah melemahkan.
2)Sriwijaya. Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa pada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke Semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan oleh Wirarajendra, cucu Rajendracoladewa.
Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang diterima dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi),, Mauliwarmadewa, semakin melemahkan kedudukan Sriwijaya.
Kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaanya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka.
3)Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam yang mengakibatkan kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.
4)Dari daerah timur, Kerajaan Sriwijaya terdesak oleh perkembangan Kerajaan Singasari yang pada waktu itu diperintah oleh Raja Kertanegara.
5)Para pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang, karena daerah-daerah strategis yang pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya telah jatuh ke kekuasaan raja-raja sekitarnya.
6)Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1477 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit.
Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudera Pasai yang mengambil alih posisi Sriwijaya.
4. Kerajaan Mataram Kuno
- Penyebab kemunduran
a)Serangan dari Raja Wurawari yang bekerja sama dengan Sriwijaya setelah Raja Airlangga menikah dengan putri Dharmawangsa.30


5. Kerajaan Kediri
- Penyebab Keruntuhan
a)Pada tahun 1222 terjadi Perang Ganter antara Ken Arok dengan Kertajaya (Raja Kediri saat itu). Ken Arok dengan bantuan para brahmana berhasil mengalahkan Kertajaya di Ganter (Pujon, Malang). Dengan demikian berakhirlah riwayat Kerajaan Kediri karena dihancurkan oleh Ken Arok.31
6. Kerajaan Singasari
- Penyebab Keruntuhan
Serangan dari Jayakatwang (Kediri) dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.32
8. Kerajaan Majapahit
1.Penyebab Keruntuhan
1.Tahun 1478, yakni adanya serangan Girindrawardana dari Kediri Peristiwa tersebut diberi candrasengkala "hilang sirnakertaning bhumi” yang berarti tahun 1400 Saka/1478 M.33
2.Tahun 1526, yakni adanya serangan tentara dari Demak di bawah pimpinan Raden Patah. Serangan Demak ini menandai berakhirnya kekuasaan Hindu di Jawa.