Tafsir al-Hujuraat

Monday, July 5, 2010
Al-Hujurat Ayat 1-3
Sebab Turunnya ayat
Sebenarnya turunnya ayat 1 sampai 5 disebabkan Bani Tamim yang datang menghadap Rasulullah. Imam Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari I bnu Abi Malakah bahwa Abdullah ibnuz-Zubair mengatakan kepadanya, “Suatu ketika sekelompok orang Bani Tamim datang menghadap Rasulullah. Abu Bakar lalu berkata, ‘jadikanlah al-Qa’qa’ bin Ma’bad sebagai pimpinanya.’ Akan tetapi, Umar berkata, ‘Tidak, tetapi yang lebih tepat adalah al-Aqra bin Habis.’ Mendengar ucapan Umar itu, Abu Bakar berkata, ‘Engkau sebenarnya hanya ingin berbeda pendapat dengan saya.” Akan tetapi, Umar menjawab, ‘Saya tidak bermaksud menentang pendapat engkau.’ Keduanya kemudian saling berbantahan hingga suara mereka berdua (terdengar) keras. (Jalaludi as suyuthi, 2008: 520).
Makna Ayat 1-3 Secara Umum
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman..” kepada Allah sebagai Tuhan dan Islam sebagai agama dan syariat serta Muhammad sebagai nabi dan rasul. Allah menyeru mereka dengan nama iman untuk berfirman kepada mereka seraya melarang “Janganlah kalian mendahului Allah dan Rasulnya...” baik dalam perkataan, perbuatan, pendapat dan pemikiran. Maksudnya janganlah kalian berkata dan berbuat, melainkan dengan mengikuti apa yang difirmankan Allah dan apa yang disabdakan oleh Rasulullah serta mengikuti apa yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya (Abu bakar jabir al jaziri, 2009: 899).
Dari sini, seorang muslim diwajibkan untuk tidak berkata, berbuat, memutuskan hukum, dan berfatwa dengan pendapatnya sendiri, melainkan jika ia mengetahui firman Allah dan sabda Rasulullah dan hukum-hukum keduanya. Dan jika ia tidak menemukannya dalam firman Allah dan juga sabda Rasulullah, maka ia boleh berijtihad, lalu ia berpendapat atau mengetahuai sesuatu yang lebih dekat dengan keridhaan Allah. Dan jika setelah itu, ia menemukan dalil dari kitab ataupun sunnah, maka ia harus meninggalkan pendapatnya dan mengambil dalil kitab ataupun sunnah. Dan inilah yang ditunjukkan oleh ayat yang pertama.
Pada Firman Allah yang kedua, Allah memerintahkan pada orang-orang yang beriman berlaku sopan ketika sedang berbicara dengan Rasulullah (Aidh, 2007: 151). Tidak boleh bersuara lebih keras daripada beliau, seperti ketika berbicara kepada sebagian yang lain. Sopan santun kepada beliau itu wajib dilakukan oleh setiap orang-orang yang beriman agar Allah tidak membatalkan amalan kalian dan tidak pula melenyapkan pahala kalian tanpa kalian sadari.
Dalam Firman yang ketiga, Allah memuji, “Orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah..” seperti Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma, mereka itulah yang diberitakan Allah bahwa “Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa”. Artinya Allah meluaskan dan melebarkan hati-hati mereka untuk mengemban takwa kepada Allah dan Rasulullah bersabda, “Takwa itu ada di sini, seraya menunjuk dadanya tiga kali.” Dan Allah menyebutkan bagi suatu kabar gembira, yaitu sesungguhnya bagi mereka, ampunan dosa-dosa mereka dan pahala yang besar pada hari mereka bertemu dengan-Nya, yaitu surga, rumahnya orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk dari mereka dengan karunia dan kasih sayang-Nya.
Al-Hujurat ayat 4-8
Sebab Turunnya ayat 4 dan 5
Seperti yang diceritakan diatas, bahwa ayat 1-5 tutun karena kedatangan Arab Badui bani Tamin. Tapi untuk ayat 4 dan 5 turun karena salah karena kedatangan ketika Rasulullah sedang tidur siang dan mereka berdiri di depan pintu-pintu bilik seraya memanggil dengan suara keras,“Hai, Muhammad, Hai Muhammad keluarlah kepada kami, karena sesungguhnya pujian kami itu sangat baik dan celaan kami itu sangat merendahkan (Abu bakar jabir al jaziri, 2009: 904).”Kemudian Allah menurunkan kepada mereka ayat yang mulia ini sebagai pelajaran untuk mereka
Makna Ayat 4-8 Secara Umum
,“Sesungguhnya orang-orang yang memanggilmu dari luar kamar...”yakni kamar istri-istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang pintu-pintunya menghadap ke Masjid “kebanyakan mereka tidak mengerti”terhadap apa yang mereka lakukan tentang kedudukan Rasulullah yang mulia.“Dan kalau sekiranya mereka bersabar sehingga kamu keluar menemui mereka...”yakni setelah engkau bangun dari tidur siangmu “Sesungguhnya itu lebih baik....”daripada memanggil dengan suara keras dari balik itu.
Firman-Nya,“Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Yakni Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat dan Maha Penyayang dengan tidak menyegerakan siksaan, serta membuka pintu taubat, memberikan pelajaran kepada mereka, serta tidak mencerca dan berkata kasar terhadap mereka.
Untuk Firman-Nya ayat ke 6, Allah mengingatkan pada orang-orang yang beriman pada Allah dan Rasul-Nya. Apabila orang yang fasik terhadap agamanya menyampaikan berita kepada kalian maka telitilah kebenaran barita itu. Janganlah kalian mempercayainya sebelum kalian mengetahui kebenarannya dan memastikan kejujurannya (Aidh, 2007: 153). Sebab, dikhawatirkan kalian akan menyakiti seseorang yang tidak bersalah, hanya karena berita orang yang fasik, lantas kalian menyesal karena terlanjur menyakiti orang yang tidak bersalah.
Firman-Nya dalam ayat ke 7, ditegaskan seandainya Rasulullah menuruti dalam semua apa yang mereka utarakan dan yang mereka usulkan, niscaya mereka akan terjatuh dalam masalah-masalah yang akan menjadikan mereka menemui hal-hal yang berat di luar kemampuan mereka, bahkan dalam dosa yang sangat besar (Abu bakar jabir al jaziri, 2009: 907). Firman ke 7 diakhiri dengan pujian kepada kaum mukminin, tetapi pujian itu disebutkan dengan menggunakan gaya persona ketiga. Pengalihan gaya ini, di samping untuk member penekanan juga sebagai isyarat bahwa pujian hendaknya tidak disampaikan secara lansung dan dihadapan yang dipuji, tetapi dibelakangnya (Quraish Shihab, 2003: 242-243).
Firman-Nya, “Sebagai karunia dan nikmat dari Allah....” artinya Allah s.w.t. memberikan taufiq untuk beriman kepada-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya (Aidh, 2007: 154). Itulah karunia Allah s.w.t. yang diberikan-Nya. Allah s.w.t. Maha Mengetahui siapa saja orang yang mensyukuri nikmat dan menaati Sang Pemberi Nikmat. Dia Maha Bijaksana dalam mengatur mahluk dengan sebaik-baiknya.
Al-Hujurat ayat 9-13
Sebab Turunnya ayat 9, dan 11
Sebab turunnya ayat 9 menurut Imam Bukhari dan Muslim setelah diriwayatkan dari Anas bahwa suatu ketika Rasulullah mengendarai keledainya menemui Abdullah bin Ubay (Jalaludin as suyuthi,2008: 526). Abdullah bin Ubay lantas berkata, “Menjauhlah dari saya karena bau busuk keledaimu telah membuat saya tidak nyaman.”
Seorang laki-laki dari kalangan Anshar dengan cepat menjawab “Demi Allah, sungguh bau keledai Rasulullah ini lebih wangi darimu.”
Mendengar ucapan laki-laki itu, seseorang yang berasal dari suku yang sama dengan Abdullah marah. Akibatnya pertengkaran antara kedua kelompok tersebut tidak terhindari sehingga mereka saling pukul dengan menggunakan pelepah kurma, tangan, dan terompah. Tidak lama berselang, turunlah ayat ini.
Untuk ayat 11 At-Tirmidzi berkata (IV/186): ‘Abdullah bin Ishaq al Jauhari al-Bashri menceritakan kepada kami; Abu Zaid, kawan al-Harwi menceritakan kepada kami dari Syu’bah dari Dawud bin Abi Hind, ia berkata: aku mendengar asy-Sya’bi menceritakan dari Abu Jabirah bin adh-Dhohhak berkata: “Dahulu seorang di antara kita memiliki dua dan tiga nama (Asy Syaikh Muqbil bin Hdi rohimahulloh, 2006: 381-382). Lalu ia dipanggil dengan sebagiannya dan bisa jadi ia membencinya.” (Abu Jubairah) berkata, “Maka turunlah ayat ini: ‘Dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk.’”
Makna Ayat 9-13 Secara Umum
Makna yang terkandung dalam ayat 9 adalah jika terjadi pertikaian di antara dua kelompok mukmin maka damaikanlah mereka-wahai orang-orang beriman-dengan kitab Allah dan Sunnah Rasulullah s.a.w (Aidh al-Qarni, 2008: 155).
Jika salah satu diantara kedua golongan itu tetap bersikeras dan tidak menyambut seruan syariat serta terus bertikai maka perangilah golongan itu sampai kembali menjunjung tinggi hukum Allah s.w.t. dan Rasul-Nya.
Damaikanlah antara keduanya dengan sikap netral yang sesuai syariat Allah s.w.t tanpa zalim dalam memutuskan hukum. Kalian harus bersikap adil dalam hukum dan menjauhi tindakan zalim karena Allah menyukai orang-orang yang adil dalam memutuskan hukum di antara manusia dengan netral, tidak zalim ataupun merusak. Ayat ini menegaskan bahwa Allah memiliki sifat suka, tentunya yang sesuai dengan keagungan-Nya.
Firman Allah pada ayat 10 menerangkan bahwa orang-orang mukmin itu bersaudara dalam agama Allah. Mereka satu keluarga dalam berkasih sayang dan tolong-menolong. Apabila terjadi perselisihan di antara mereka, disertai ketakwaan pada Allah dengan melaksanakanperintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Barangsiapa melakukan hal itu niscaya Allah memberi rahmat kepadanya dengan mengampuni dosanya dan mengabulkan permintaannya berupa pahala dan kenikmatan abadi.
Janganlah soerang mukmin mengolok-olok mukmin yang lain. Bisa jadi yang diolok-olok jauh lebih baik dan lebih utama di sisis Allah daripada orang yang mengolok-olok. Janganlah pula seorang mukminah mengolok-olok mukminah yang lain. Bisa jadi wanita yang diolok-olok jauh lebih baik dan lebih utama di sisi Allah daripada wanita yang mengolok-olok.
Janganlah kalian mencela satu sama lain dan janganlah kalian saling panggil-memanggil denagn gelar-gelar memalukan yang tidak disukainya. Perlu dicatat bahwa terdapat sekian gelar yang secara lahiriah dapat dinilai gelar buruk, tetapi karena ia sedemikain populer dan penyandangnya pun tidak lagi keberatan dengan gelar itu, maka di sini, menyebut gelar itu dapat ditoleransi oleh agama. Misalnya Abu Hurairah, yang nama aslinya Abdurrahman Ibn Shakhr, atau Abu Turab untuk Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib. Bahkan Al-A’raj (si pincang) untuk perawi hadits kenamaan Abdurrahman Ibn Hurmuz, dan Al-A’masy (si rabun) bagi Sulaiman Ibn Mahran dan lain-lain (Quraish Shihab,2003: 252).
Panggilan kefasikan yang terburuk adalah segala sifat yang buruk setelah keimanan karena sangat keji dan jelek (Aidh al-Qarni, 2008: 156). Termasuk dalam kategori kata-kata kefasikan adalah mengolok-olok, mencela, mengumpat, dan memberi gelar buruk kaum Muslimin.
Barangsiapa tidak bertobat kepada allah dari sifat-sifat yang buruk dan tercela ini maka merekalah orang-orang yang zalim terhadap diri mereka sendiri dengan melakukan dos-dosa dan kesalahan-kesalahan tersebut.
Sebagai orang Mukmin harus meninggalkan prasangka buruk terhadap hamba-hamba Allah yang saleh karena orang yang beriman pada dasarnya baik. Lagipula, sebagian prasangka buruk itu dosa karena hanya berdasarkan keraguan dan kemungkinan.
Janganlah kalian mencari-cari kesalahan manusia dan janganlah kalian menyelidiki hal-hal yang memalukan kaum Muslimin. Janganlah seorang Muslim menggunjing Muslim yang lain dengan hal-hal yang tidak disukainya di belakangnya. Apakah ada diantara kalian yang suka memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati? Selama kalian tidak menyukai hal itu maka bencilah menggunjing saudaranya, karena kehormatannya sama seperti dagingnya.
Penggalan pertama ayat 13 yaitu, “Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan ” adalah pengantar untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiannya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dengan suku yang lain. Karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan (Quraish Shihab, 2003: 260). Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalan terakhir ayat ini yakni “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa.” Karena itu berusahalah untuk meningkatkan ketakwaan agar menjadi termulia di sisi Allah.
Al-Hujurat ayat 14-18
Makna Ayat 14-18 Secara Umum
Firman Allah pada ayat 14 ini dijadikan dasar oleh sementara ulama untuk menunjukkan perbedaan antara Islam dan Iman. Islam adalah sesuatu yang bersemai di dalam hati, menyangkut apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. sedang Iman merupakan sesuatu yang nampak pada ucapan dan perbuatan. Islam adalah ketundukkan lidah dengan mengucapkan syahadat serta ketundukan anggota tubuh dengan mengamalkan perintah Allah, baik ucapan dan pengamalan itu sesuai dengan isi hati maupun tidak. Siapa yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia secara lahiriah telah dinamai muslim dan memperoleh hak-haknya untuk hidup damai di dunia ini (Quraish Shihab, 2003: 266).
Orang-orang beriman sejati adalah setiap orang yang benar-benar dalam beriman kepada Rabb-Nya, mengikuti Rasul-Nya, dan menaati-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, bahkan meyakini dengan mantap (Aidh al-Qarni, 2008: 159). Mereka pun membuktikan hal itu melalui jihad dengan jiwa dan harta di jalan Allah s.w.t. demi meninggikan kalimat-Nya.
Firman Allah pada ayat ke 17, “Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka” artinya orang-orang arab Badui merasa telah memberikan nikmat kepadamu –wahai Rasul Kami dengan keimanan mereka ketika mereka berkata, “Kami telah beriman kepadamu dan tidak memerangimu seperti orang-orang selain kami telah memerangimu.” “”katakan, ”Janganlah kalian merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislaman kalian” dan balikkan hal ini kepada mereka dan katakan kepada mereka, “Akan tetapi Allah-lah yang memberikan nikmat kepada kalian dengan menunjuki kalian kepada keimanan, jika kalian adalah orang-orang yang benar” dalam pengakuan keimanan kalian (Abu bakar jabir al jaziri, 2009: 925). Dan pemberian nikmat itu hanya milik Allah kepada kalian, bukannya kalian yang memberikan nikmat kepada Rasul-Nya.
Hanya Allah s.w.t. semata yang mengetahui segala hal yang tidak tampak bagi-Nya dan tidak ada yang samar bagi-Nya.
Dia Allah s.w.t. Maha Melihat segala ucapan, keadaan, dan perbuatan kalian, dan Dia akan memperhitungkannya sehingga Dia s.w.t. memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat.


DAFTAR PUSTAKA


Aidh al-Qarmi. 2007. Tafsir Muyassar, terj. Tim penerjemah Qisthi Press. Jakarta: Qisthi Press vol 4
Al-Muhammaddits Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi. 2006. Shohih Asbabun Nuzul. Rev. ed. Terj. Agung Wahyu. Depok: Meccah
Jalaludin As Suyuthi. 2008. Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. terj. Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani
M. Quraish Shihab. 2003. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati vol 13
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaziri. 2009. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar. Terj. Fityan analiy. And Edi Suwanto. Jakarta: Darus sunnah vol 16